INFEKSI NOSOKOMIAL
A. Definisi
Infeksi
adalah adanya suatu organisme pada jaringan atau cairan tubuh yang disertai
suatu gejala klinis baik lokal maupun sistemik. Infeksi yang muncul selama
seseorang tersebut dirawat di rumah sakit dan mulai menunjukkan suatu gejala
selama seseorang itu dirawat atau setelah selesai dirawat disebut infeksi
nosokomial. Secara umum, pasien yang masuk rumah sakit dan menunjukkan tanda
infeksi yang kurang dari 72 jam menunjukkan bahwa masa inkubasi penyakit telah
terjadi sebelum pasien masuk rumah sakit, dan infeksi yang baru menunjukkan
gejala setelah 72 jam pasien berada dirumah sakit baru disebut infeksi
nosokomial.
Infeksi nosokomial ini dapat berasal dari dalam tubuh penderita maupun luar
tubuh.
Infeksi
endogen disebabkan oleh mikroorganisme yang semula memang sudah ada didalam
tubuh dan berpindah ke tempat baru yang kita sebut dengan self infection atau
auto infection, sementara infeksi eksogen (cross infection) disebabkan oleh
mikroorganisme yang berasal dari rumah sakit dan dari satu pasien ke pasien
lainnya.
B. Faktor Penyebab Perkembangan Infeksi
Nosokomial
I. Agen Infeksi
Pasien
akan terpapar berbagai macam mikroorganisme selama ia rawat di rumah sakit.
Kontak antara pasien dan berbagai macam mikroorganisme ini tidak selalu
menimbulkan gejala klinis karena banyaknya faktor lain yang dapat menyebabkan
terjadinya infeksi nosokomial. Kemungkinan terjadinya infeksi tergantung pada:
Ø Karakteristik mikroorganisme,
Ø resistensi terhadap zat-zat
antibiotika,
Ø tingkat virulensi,
Ø dan banyaknya materi infeksius.
Semua mikroorganisme termasuk
bakteri, virus, jamur dan parasit dapat menyebabkan infeksi nosokomial. Infeksi
ini dapat disebabkan oleh mikroorganisme yang didapat dari orang lain (cross
infection) atau disebabkan oleh flora normal dari pasien itu sendiri
(endogenous infection). Kebanyakan infeksi yang terjadi di rumah sakit ini
lebih disebabkan karena faktor eksternal, yaitu penyakit yang penyebarannya
melalui makanan dan udara dan benda atau bahan-bahan yang tidak steril.
Penyakit yang didapat dari rumah sakit saat ini kebanyakan disebabkan oleh
mikroorganisme yang umumnya selalu ada pada manusia yang sebelumnya tidak atau
jarang menyebabkan penyakit pada orang normal.
1. Bakteri
Bakteri
dapat ditemukan sebagai flora normal dalam tubuh manusia yang sehat. Keberadaan
bakteri disini sangat penting dalam melindungi tubuh dari datangnya bakteri
patogen. Tetapi pada beberapa kasus dapat menyebabkan infeksi jika manusia
tersebut mempunyai toleransi yang rendah terhadap mikroorganisme. Contohnya
Escherichia coli paling banyak dijumpai sebagai penyebab infeksi saluran kemih.
Bakteri patogen lebih berbahaya dan menyebabkan infeksi baik secara sporadik maupun endemik.Contohnya:
Bakteri patogen lebih berbahaya dan menyebabkan infeksi baik secara sporadik maupun endemik.Contohnya:
§ Anaerobik Gram-positif, Clostridium yang
dapat menyebabkan gangrene
§ Bakteri gram-positif: Staphylococcus
aureus yang menjadi parasit di kulit dan hidung dapat menyebabkan gangguan pada
paru, pulang, jantung dan infeksi pembuluh darah serta seringkali telah resisten
terhadap antibiotika.
§ Bakteri gram negatif: Enterobacteriacae,
contohnya Escherichia coli, Proteus, Klebsiella, Enterobacter. Pseudomonas
sering sekali ditemukan di air dan penampungan air yang menyebabkan infeksi di
saluran pencernaan dan pasien yang dirawat. Bakteri gram negatif ini
bertanggung jawab sekitar setengah dari semua infeksi di rumah sakit.
§ Serratia marcescens, dapat
menyebabkan infeksi serius pada luka bekas jahitan, paru, dan peritoneum.
2. Virus
Banyak
kemungkinan infeksi nosokomial disebabkan oleh berbagai macam virus, termasuk
virus hepatitis B dan C dengan media penularan dari transfusi, dialisis,
suntikan dan endoskopi. Respiratory syncytial virus (RSV), rotavirus, dan
enteroviruses yang ditularkan dari kontak tangan ke mulut atau melalui rute
faecal-oral. Hepatitis dan HIV ditularkan melalui pemakaian jarum suntik, dan
transfusi darah. Rute penularan untuk virus sama seperti mikroorganisme lainnya.
Infeksi gastrointestinal, infeksi traktus respiratorius, penyakit kulit dan
dari darah. Virus lain yang sering menyebabkan infeksi nosokomial adalah
cytomegalovirus, Ebola, influenza virus, herpes simplex virus, dan
varicella-zoster virus, juga dapat ditularkan.
3.
Parasit dan Jamur
Beberapa
parasit seperti Giardia lamblia dapat menular dengan mudah ke orang dewasa
maupun anak-anak. Banyak jamur dan parasit dapat timbul selama pemberian obat
antibiotika bakteri dan obat immunosupresan, contohnya infeksi dari Candida
albicans, Aspergillus spp, Cryptococcus neoformans, Cryptosporidium.
II. Respon dan
toleransi tubuh pasien
Faktor
terpenting yang mempengaruhi tingkat toleransi dan respon tubuh pasien dalam
hal ini adalah:
• Umur
• status imunitas penderita
• penyakit yang diderita
• Obesitas dan malnutrisi
• Orang yang menggunakan obat-obatan immunosupresan dan steroid
• Intervensi yang dilakukan pada tubuh untuk melakukan diagnosa dan terapi.
• Umur
• status imunitas penderita
• penyakit yang diderita
• Obesitas dan malnutrisi
• Orang yang menggunakan obat-obatan immunosupresan dan steroid
• Intervensi yang dilakukan pada tubuh untuk melakukan diagnosa dan terapi.
Usia
muda dan usia tua berhubungan dengan penurunan resistensi tubuh terhadap
infeksi kondisi ini lebih diperberat bila penderita menderita penyakit kronis
seperti tumor, anemia, leukemia, diabetes mellitus, gagal ginjal, SLE dan AIDS.
Keadaan-keadaan ini akan meningkatkan toleransi tubuh terhadap infeksi dari
kuman yang semula bersifat opportunistik. Obat-obatan yang bersifat
immunosupresif dapat menurunkan pertahanan tubuh terhadap infeksi. Banyaknya
prosedur pemeriksaan penunjang dan terapi seperti biopsi, endoskopi,
kateterisasi, intubasi dan tindakan pembedahan juga meningkatkan resiko
infeksi.
III. Faktor alat
Dari
suatu penelitian klinis, infeksi nosokomial terutama disebabkan infeksi dari kateter
urin, infeksi jarum infus, infeksi saluran nafas, infeksi kulit, infeksi dari
luka operasi dan septikemia. Pemakaian infus dan kateter urin lama yang
tidak diganti-ganti. Diruang penyakit dalam, diperkirakan 20-25% pasien
memerlukan terapi infus. Komplikasi kanulasi intravena ini dapat berupa
gangguan mekanis, fisis dan kimiawi. Komplikasi tersebut berupa:
Ekstravasasi infiltrate :
cairan infus masuk ke jaringan sekitar insersi kanula
Penyumbatan : Infus tidak berfungsi sebagaimana mestinya tanpa
dapat dideteksi adanya gangguan lain
Flebitis :
Terdapat pembengkakan, kemerahan dan nyeri sepanjang vena
Trombosis : Terdapat pembengkakan di sepanjang pembuluh
vena yang menghambat aliran infuse
Kolonisasi kanul : Bila sudah dapat dibiakkan
mikroorganisme dari bagian kanula yang ada dalam pembuluh darah
Septikemia : Bila kuman menyebar hematogen dari kanul
Supurasi : Bila
telah terjadi bentukan pus di sekitar insersi kanul
Beberapa
faktor dibawah ini berperan dalam meningkatkan komplikasi kanula intravena
yaitu: jenis kateter, ukuran kateter, pemasangan melalui venaseksi, kateter
yang terpasang lebih dari 72 jam, kateter yang dipasang pada tungkai bawah,
tidak mengindahkan pronsip anti sepsis, cairan infus yang hipertonik dan darah
transfusi karena merupakan media pertumbuhan mikroorganisme, peralatan tambahan
pada tempat infus untuk pengaturan tetes obat, manipulasi terlalu sering pada
kanula. Kolonisasi kuman pada ujung kateter merupakan awal infeksi tempat infus
dan bakteremia.
IV. Resiko terjadinya
infeksi nosokomial pada pasien
Resiko infeksi Tipe pasien
Minimal
Tidak immunocompromised, tidak ditemukan terpapar suatu penyakit Sedang Pasien yang terinfeksi dan dengan
beberapa faktor resiko
Berat Pasien dengan immunocompromised berat, (5 µm. Contohnya bacterial meningitis, dan diphtheria memerlukan hal sebagai berikut; Ruangan tersendiri untuk tiap pasiennya. Masker untuk petugas kesehatan. Pembatasan area bagi pasien; pasien harus memakai masker jika meninggalkan ruangan.
Berat Pasien dengan immunocompromised berat, (5 µm. Contohnya bacterial meningitis, dan diphtheria memerlukan hal sebagai berikut; Ruangan tersendiri untuk tiap pasiennya. Masker untuk petugas kesehatan. Pembatasan area bagi pasien; pasien harus memakai masker jika meninggalkan ruangan.
Infection by direct or indirect contact
Infeksi
yang terjadi karena kontak secara langsung atau tidak langsung dengan penyebab
infeksi. Penularan infeksi ini dapat melalui tangan, kulit dan baju, seperti
golongan staphylococcus aureus. Dapat juga melalui cairan yang diberikan
intravena dan jarum suntik, hepatitis dan HIV. Peralatan dan instrumen
kedokteran. Makanan yang tidak steril, tidak dimasak dan diambil menggunakan
tangan yang menyebabkan terjadinya cross infection.3,9
Resistensi Antibiotika
Seiring dengan penemuan dan penggunaan antibiotika
penicillin antara tahun 1950-1970, banyak penyakit yang serius dan fatal ketika
itu dapat diterapi dan disembuhkan. Bagaimana pun juga, keberhasilan ini
menyebabkan penggunaan berlebihan dan pengunsalahan dari antibiotika. Banyak
mikroorganisme yang kini menjadi lebih resisten. Meningkatnya resistensi
bakteri dapat meningkatkan angka mortalitas terutama terhadap pasien yang
immunocompromised. Resitensi dari bakteri di transmisikan antar pasien dan
faktor resistensinya di pindahkan antara bakteri. Penggunaan antibiotika yang
terus-menerus ini justru meningkatkan multipikasi dan penyebaran strain yang
resistan. Penyebab utamanya karena:
§ Penggunaan antibiotika yang tidak
sesuai dan tidak terkontrol
§ Dosis antibiotika yang tidak optimal
§ Terapi dan pengobatan menggunakan
antibiotika yang terlalu singkat
§ Kesalahan diagnosa
Banyaknya
pasien yang mendapat obat antibiotika dan perubahan dari gen yang resisten
terhadap antibiotika, mengakibatkan timbulnya multiresistensi kuman terhadap
obat-obatan tersebut. Penggunaan antibiotika secara besar-besaran untuk terapi
dan profilaksis adalah faktor utama terjadinya resistensi. Banyak strains dari
pneumococci,staphylococci, enterococci, dan tuberculosis telah resisten
terhadap banyak antibiotikaa, begitu juga klebsiella dan pseudomonas aeruginosa
juga telah bersifat multiresisten. Keadaan ini sangat nyata terjadi terutama di
negara-negara berkembang dimana antibiotika lini kedua belum ada atau tidak
tersedia.Infeksi nosokomial sangat mempengaruhi angka morbiditas dan mortalitas
di rumah sakit, dan menjadi sangat penting karena:
§ Meningkatnya jumlah penderita yang
dirawat
§ Seringnya imunitas tubuh melemah
karena sakit, pengobatan atau umur
§ Mikororganisme yang baru (mutasi)
§ Meningkatnya resistensi bakteri
terhadap antibiotika
C. Macam Penyakit
Yang Disebabkan Oleh Infeksi Nosokomial
1.
Infeksi saluran kemih
Infeksi
ini merupakan kejadian tersering, sekitar 40% dari infeksi nosokomial, 80%
infeksinya dihubungkan dengan penggunaan kateter urin. Walaupun tidak terlalu
berbahaya, tetapi dapat menyebabkan terjadinya bakteremia dan mengakibatkan
kematian. Organisme yang biaa menginfeksi biasanya E.Coli, Klebsiella, Proteus,
Pseudomonas, atau Enterococcus. Infeksi yang terjadi lebih awal lebih
disebabkan karena mikroorganisme endogen, sedangkan infeksi yang terjadi
setelah beberapa waktu yang lama biasanya karena mikroorganisme eksogen.4,9,11
Sangat sulit untuk dapat mencegah penyebaran mikroorganisme sepanjang uretra yang melekat dengan permukaan dari kateter. Kebanyakan pasien akan terinfeksi setelah 1-2 minggu pemasangan kateter. Penyebab paling utama adalah kontaminasi tangan atau sarung tangan ketika pemasangan kateter, atau air yang digunakan untuk membesarkan balon kateter. Dapat juga karena sterilisasi yang gagal dan teknik septik dan aseptik.9
Sangat sulit untuk dapat mencegah penyebaran mikroorganisme sepanjang uretra yang melekat dengan permukaan dari kateter. Kebanyakan pasien akan terinfeksi setelah 1-2 minggu pemasangan kateter. Penyebab paling utama adalah kontaminasi tangan atau sarung tangan ketika pemasangan kateter, atau air yang digunakan untuk membesarkan balon kateter. Dapat juga karena sterilisasi yang gagal dan teknik septik dan aseptik.9
2.
Pneumonia Nosokomial
Pneumonia nosokomial dapat muncul,
terutama pasien yang menggunakan ventilator, tindakan trakeostomi, intubasi,
pemasangan NGT, dan terapi inhalasi. Kuman penyebab infeksi ini tersering
berasal dari gram negatif seperti Klebsiella,dan Pseudomonas. Organisme ini
sering berada di mulut, hidung, kerongkongan, dan perut. Keberadaan organisme
ini dapat menyebabkan infeksi karena adanya aspirasi oleh organisme ke traktus
respiratorius bagian bawah.
Dari kelompok virus dapat disebabkan
olehcytomegalovirus, influenza virus, adeno virus, para influenza virus,
enterovirus dan corona virus. Faktor resiko terjadinya infeksi ini adalah:
Tipe
dan jenis pernapasan
Perokok berat
Tidak
sterilnya alat-alat bantu
Obesitas
Kualitas
perawatan
Penyakit jantung kronis
Penyakit
paru kronis
Beratnya
kondisi pasien dan kegagalan organ
Tingkat
penggunaan antibiotika
Penggunaan
ventilator dan intubasi
Penurunan kesadaran pasien
Penyakit
yang biasa ditemukan antara lain: respiratory syncytial virus dan influenza.
Pada pasien dengan sistem imun yang rendah, pneumonia lebih disebabkan karena
Legionella dan Aspergillus. Sedangkan dinegara dengan prevalensi penderita
tuberkulosis yang tinggi, kebersihan udara harus sangat diperhatikan.
3.
Bakteremi Nosokomial
Infeksi ini hanya mewakili sekitar 5
% dari total infeksi nosokomial, tetapi dengan resiko kematian yang sangat
tinggi, terutama disebabkan oleh bakteri yang resistan antibiotika seperti
Staphylococcus dan Candida. Infeksi dapat muncul di tempat masuknya alat-alat
seperti jarum suntik, kateter urin dan infus.
Faktor utama penyebab infeksi ini
adalah panjangnya kateter, suhu tubuh saat melakukan prosedur invasif, dan
perawatan dari pemasangan kateter atau infus.
4.
Infeksi Nosokomial
lainnya
1.
Tuberkulosis
Penyebab utama adalah adanya strain
bakteri yang multi- drugs resisten. Kontrol terpenting untuk penyakit ini
adalah identifikasi yang baik, isolasi, dan pengobatan serta tekanan negatif
dalam ruangan.
2.
diarrhea dan gastroenteritis
Mikroorganisme tersering berasal
dari E.coli, Salmonella, Vibrio Cholerae dan Clostridium. Selain itu, dari
gologan virus lebih banyak disebabkan oleh golongan enterovirus, adenovirus,
rotavirus, dan hepatitis A. Bedakan antara diarrhea dan gastroenteritis. Faktor
resiko dari gastroenteritis nosokomial dapat dibagi menjadi faktor intrinsik
dan faktor ekstrinsik.
·
Faktor
intrinsik:
o
abnormalitas
dari pertahanan mukosa, seperti achlorhydria
o
lemahnya motilitas intestinal, dan
o
perubahan
pada flora normal.
·
Faktor
ekstrinsik:
o
Pemasangan
nasogastric tube dan mengkonsumsi obat-obatan saluran cerna.
3.
Infeksi pembuluh darah
Infeksi ini sangat berkaitan erat
dengan penggunaan infus, kateter jantung dan suntikan. Virus yang dapat menular
dari cara ini adalah virus hepatitis B, virus hepatitis C, dan HIV.
Infeksi ini dibagi menjadi dua kategori utama:
• Infeksi pembuluh darah primer, muncul tanpa adanya tanda infeksi sebelumnya, dan berbeda dengan organisme yang ditemukan dibagian tubuhnya yang lain
• Infeksi sekunder, muncul sebagai akibat dari infeksi dari organisme yang sama dari sisi tubuh yang lain.
Infeksi ini dibagi menjadi dua kategori utama:
• Infeksi pembuluh darah primer, muncul tanpa adanya tanda infeksi sebelumnya, dan berbeda dengan organisme yang ditemukan dibagian tubuhnya yang lain
• Infeksi sekunder, muncul sebagai akibat dari infeksi dari organisme yang sama dari sisi tubuh yang lain.
4.
Dipteri, tetanus dan pertusis
• Corynebacterium diptheriae, gram negatif pleomorfik,
memproduksi endotoksin yang menyebabkan timbulnya penyakit, penularan terutama
melalui sistem pernafasan.
• Bordetella Pertusis, yang menyebabkan batuk rejan. Siklus tiap 3-5 tahun dan infeksi muncul sebanyak 50 dalam 100% individu yang tidak imun.
• Clostridium tetani, gram positif anaerobik yang menyebabkan trismus dan kejang otot.
• Bordetella Pertusis, yang menyebabkan batuk rejan. Siklus tiap 3-5 tahun dan infeksi muncul sebanyak 50 dalam 100% individu yang tidak imun.
• Clostridium tetani, gram positif anaerobik yang menyebabkan trismus dan kejang otot.
Infeksi
kulit dan jaringan lunak. Luka terbuka seperti ulkus, bekas terbakar, dan luka
bekas operasi memperbesar kemungkinan terinfeksi bakteri dan berakibat
terjadinya infeksi sistemik. Dari golongan virus yaitu herpes simplek, varicella
zooster, dan rubella. Organisme yang menginfeksi akan berbeda pada tiap
populasi karena perbedaan pelayanan kesehatan yang diberikan, perbedaan
fasilitas yang dimiliki dan perbedaan negara yang didiami.
Infeksi ini termasuk:
Infeksi ini termasuk:
v Infeksi pada tulang dan sendi
Osteomielitis, infeksi tulang atau sendi dan discus vertebralis
Osteomielitis, infeksi tulang atau sendi dan discus vertebralis
v Infeksi sistem Kardiovaskuler
Infeksi arteri atau vena, endokarditis, miokarditis, perikarditis dan mediastinitis
Infeksi arteri atau vena, endokarditis, miokarditis, perikarditis dan mediastinitis
v Infeksi sistem saraf pusat
Meningitis atau ventrikulitis, absess spinal dan infeksi intra cranial
Meningitis atau ventrikulitis, absess spinal dan infeksi intra cranial
v Infeksi mata, telinga, hidung, dan mulut
Konjunctivitis, infeksi mata, otitis eksterna, otitis media, otitis interna, mastoiditis, sinusitis, dan infeksi saluran nafas atas.
Konjunctivitis, infeksi mata, otitis eksterna, otitis media, otitis interna, mastoiditis, sinusitis, dan infeksi saluran nafas atas.
v Infeksi pada saluran pencernaan
Gastroenteritis, hepatitis, necrotizing enterocolitis, infeksi intra abdominal
Gastroenteritis, hepatitis, necrotizing enterocolitis, infeksi intra abdominal
v Infeksi sistem pernafasan bawah
Bronkhitis, trakeobronkhitis, trakeitis, dan infeksi lainnya
Bronkhitis, trakeobronkhitis, trakeitis, dan infeksi lainnya
v Infeksi pada sistem reproduksi
Endometriosis dan luka bekas episiotomi
Endometriosis dan luka bekas episiotomi
D. Pencegahan Terjadinya Infeksi Nosokomial
Pencegahan
dari infeksi nosokomial ini diperlukan suatu rencana yang terintegrasi,
monitoring dan program yang termasuk:
• Membatasi transmisi organisme dari atau antar pasien dengan cara mencuci tangan dan penggunaan sarung tangan, tindakan septik dan aseptik, sterilisasi dan disinfektan.
• Mengontrol resiko penularan dari lingkungan.
• Melindungi pasien dengan penggunaan antibiotika yang adekuat, nutrisi yang cukup, dan vaksinasi.
• Membatasi resiko infeksi endogen dengan meminimalkan prosedur invasif.
• Pengawasan infeksi, identifikasi penyakit dan mengontrol penyebarannya.
• Membatasi transmisi organisme dari atau antar pasien dengan cara mencuci tangan dan penggunaan sarung tangan, tindakan septik dan aseptik, sterilisasi dan disinfektan.
• Mengontrol resiko penularan dari lingkungan.
• Melindungi pasien dengan penggunaan antibiotika yang adekuat, nutrisi yang cukup, dan vaksinasi.
• Membatasi resiko infeksi endogen dengan meminimalkan prosedur invasif.
• Pengawasan infeksi, identifikasi penyakit dan mengontrol penyebarannya.
1.
Dekontaminasi tangan
Transmisi penyakit melalui tangan
dapat diminimalisasi dengan menjaga hiegene dari tangan. Tetapi pada
kenyataannya, hal ini sulit dilakukan dengan benar, karena banyaknya alasan
seperti kurangnya peralatan, alergi produk pencuci tangan, sedikitnya
pengetahuan mengenai pentingnya hal ini, dan waktu mencuci tangan yang lama.
Selain itu, penggunaan sarung tangan sangat dianjurkan bila akan melakukan tindakan
atau pemeriksaan pada pasien dengan penyakit-penyakit infeksi. Hal yang perlu
diingat adalah: Memakai sarung tangan ketika akan mengambil atau menyentuh
darah, cairan tubuh, atau keringat, tinja, urin, membran mukosa dan bahan yang
kita anggap telah terkontaminasi, dan segera mencuci tangan setelah melepas
sarung tangan.
2.
Instrumen yang sering digunakan Rumah Sakit
Simonsen et al (1999) menyimpulkan
bahwa lebih dari 50% suntikan yang dilakukan di negara berkembang tidaklah aman
(contohnya jarum, tabung atau keduanya yang dipakai berulang-ulang) dan
banyaknya suntikan yang tidak penting (misalnya penyuntikan antibiotika).7
Untuk mencegah penyebaran penyakit melalui jarum suntik maka diperlukan:
• Pengurangan penyuntikan yang kurang diperlukan
• Pergunakan jarum steril
• Penggunaan alat suntik yang disposabel.
• Pergunakan jarum steril
• Penggunaan alat suntik yang disposabel.
Masker, sebagai pelindung terhadap
penyakit yang ditularkan melalui udara. Begitupun dengan pasien yang menderita
infeksi saluran nafas, mereka harus menggunakan masker saat keluar dari kamar penderita.
Sarung tangan, sebaiknya digunakan
terutama ketika menyentuh darah, cairan tubuh, feses maupun urine. Sarung
tangan harus selalu diganti untuk tiap pasiennya.
Setelah membalut luka atau terkena
benda yang kotor, sanrung tangan harus segera diganti.
Baju khusus juga harus dipakai untuk melindungi kulit dan pakaian selama kita melakukan suatu tindakan untuk mencegah percikan darah, cairan tubuh, urin dan feses.
Baju khusus juga harus dipakai untuk melindungi kulit dan pakaian selama kita melakukan suatu tindakan untuk mencegah percikan darah, cairan tubuh, urin dan feses.
3.
Mencegah penularan dari lingkungan rumah sakit
Pembersihan yang rutin sangat penting
untuk meyakinkan bahwa rumah sakit sangat bersih dan benar-benar bersih dari
debu, minyak dan kotoran. Perlu diingat bahwa sekitar 90 persen dari kotoran
yang terlihat pasti mengandung kuman. Harus ada waktu yang teratur untuk
membersihkan dinding, lantai, tempat tidur, pintu, jendela, tirai, kamar mandi,
dan alat-alat medis yang telah dipakai berkali-kali. Pengaturan udara yang baik
sukar dilakukan di banyak fasilitas kesehatan. Usahakan adanya pemakaian
penyaring udara, terutama bagi penderita dengan status imun yang rendah atau
bagi penderita yang dapat menyebarkan penyakit melalui udara. Kamar dengan
pengaturan udara yang baik akan lebih banyak menurunkan resiko terjadinya
penularan tuberkulosis. Selain itu, rumah sakit harus membangun suatu fasilitas
penyaring air dan menjaga kebersihan pemrosesan serta filternya untuk
mencegahan terjadinya pertumbuhan bakteri. Sterilisasi air pada rumah sakit
dengan prasarana yang terbatas dapat menggunakan panas matahari. Toilet rumah
sakit juga harus dijaga, terutama pada unit perawatan pasien diare untuk
mencegah terjadinya infeksi antar pasien. Permukaan toilet harus selalu bersih
dan diberi disinfektan. Disinfektan akan membunuh kuman dan mencegah penularan
antar pasien.
Disinfeksi yang dipakai adalah:
v Mempunyai kriteria membunuh kuman
v Mempunyai efek sebagai detergen
v Mempunyai efek terhadap banyak bakteri, dapat melarutkan
minyak dan protein.
v Tidak sulit digunakan
v Tidak mudah menguap
v Bukan bahan yang mengandung zat yang berbahaya
baik untuk petugas maupun pasien
v Efektif
v tidak berbau, atau tidak berbau tak enak
4.
Perbaiki ketahanan tubuh
Di dalam tubuh manusia, selain ada
bakteri yang patogen oportunis, ada pula bakteri yang secara mutualistik yang
ikut membantu dalam proses fisiologis tubuh, dan membantu ketahanan tubuh
melawan invasi jasad renik patogen serta menjaga keseimbangan di antara
populasi jasad renik komensal pada umumnya, misalnya seperti apa yang terjadi
di dalam saluran cerna manusia. Pengetahuan tentang mekanisme ketahanan tubuh
orang sehat yang dapat mengendalikan jasad renik oportunis perlu diidentifikasi
secara tuntas, sehingga dapat dipakai dalam mempertahankan ketahanan tubuh
tersebut pada penderita penyakit berat. Dengan demikian bahaya infeksi dengan
bakteri oportunis pada penderita penyakit berat dapat diatasi tanpa harus
menggunakan antibiotika.
5.
Ruangan Isolasi
Penyebaran dari infeksi nosokomial
juga dapat dicegah dengan membuat suatu pemisahan pasien. Ruang isolasi sangat
diperlukan terutama untuk penyakit yang penularannya melalui udara, contohnya
tuberkulosis, dan SARS, yang mengakibatkan kontaminasi berat. Penularan yang
melibatkan virus, contohnya DHF dan HIV. Biasanya, pasien yang mempunyai
resistensi rendah eperti leukimia dan pengguna obat immunosupresan juga perlu
diisolasi agar terhindar dari infeksi. Tetapi menjaga kebersihan tangan dan
makanan, peralatan kesehatan di dalam ruang isolasi juga sangat penting. Ruang
isolasi ini harus selalu tertutup dengan ventilasi udara selalu menuju keluar.
Sebaiknya satu pasien berada dalam satu ruang isolasi, tetapi bila sedang
terjadi kejadian luar biasa dan penderita melebihi kapasitas, beberapa pasien
dalam satu ruangan tidaklah apa-apa selama mereka menderita penyakit yang
sama.9